Kamis, 06 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Intusepsi

ASUHAN KEPERAWATAN INTUSEPSI


A. Latar Belakang
Intususepsi merupakan salah satu bentuk dari obstruksi usus. Obstruksi usus terdapat dua jenis yaitu ileus paralitik yang disebabkan pengaruh toksin dan obstruksi mekanik dimana terdapat obstruksi intralumen. Dalam hal ini intususepsi tergolong dalam obstruksi mekanik yaitu adanya invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Sehingga akan mengakibatkan terjadinya suatu sumbatan pada lumen usus.
Intususepsi merupakan penyebab paling sering dari obstruksi usus pada usia 2 bulan – 6 tahun. Walaupun sebagian kecil intususepsi dapat terlepas spontan namun pada kebanyakan kasus bila tidak diobati akan berakibat kematian.

B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Bayi/anak dengan Intususepsi adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui gangguan saluran pencernaan pada bayi dan anak yang disebabkan oleh obstruksi pada usus yaitu intususepsi.
2. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dan bayi dengan gangguan obstruksi usus intususepsi.

C. Batasan Masalah
Pembahasan topik dalam makalah ini yaitu mengenai asuhan keperawatan gangguan saluran pencernaan pada bayi/anak yang disebabkan obstruksi usus yaitu Intususepsi dan mencakup prabedah maupun pascabedah.



BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens) (Nettina, 2002)
Suatu intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999).

B. Etiologi
Penyebab intususepsi tidak diketahui, tetapi mungkin diawali dengan peningkatan motilitas usus dan hiperplasia limfoid. Bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltik usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga meyebabkan intususepsi. Faktor-faktor penunjang yang penting pada anak-anak yang lebih besar meliputi divertikulum Meckel, polip atau kista usus, malrotasi intestinal, enreritis akut, cedera atau pembedahan abdomen, fibrosis kistik atau penyakit seliak.

C. Pathofisiologi
Bagian atas usus/intususeptum berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya (intususipiens) sambil menarik mesenterium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesenterium sehingga menghalangi aliran darah balik. Penyumbatan intususeptum terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja berdarah, kadang-kadang mengandung lendir. Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon transversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus yang terlantar. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengirangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.

D. Manifestasi Klinis
Terdapat awitan rasa nyeri paroksismal hebat pada seorang anak yang sebelumnya sehat, akan timbul lagi dengan selang waktu singkat disertai upaya peregangan serta jeritan-jeritan keras. Bila tidak dihentikan anak menjadi lemah dan letargis, hingga terjadi syok (nadi cepat, pucat dan keringat banyak) disertai kenaikan suhu sampai 41˚C. Muntah pada awal penyakit dan selanjutnya mengandung bercak-bercak empedu. Tinja dengan bentuk normal masih dapat dikeluarkan selama beberapa jam pertama sejak timbulnya gejala. Setelah itu pengeluaran tinja akan berkurang bahkan tidak terjadi lagi dan penderita jarang atau tidak akan flatus. Pada umumnya darah dikeluarkan dalam 12 jam pertama, tetapi kadang-kadang tidak terjadi sama sekali; 60% bayi akan mengeluarkan tinja mengandung darah segar bersama-sama dengan lendir, tinja agar-agar kismis. Beberapa penderita hanya tampak rewel dan letargi yang bergantian atau progresif.
Palpasi abdomen mengungkapkan adanya massa dengan rasa nyeri berbentuk sosis, kadang-kadang tidak jelas. Massa tersebut dapat bertambah besar dalam ukuran dan kekerasannya selama suatu nyeri paroksismal. Adanya lendir berdarah pada ujung jari ketika jari tersebut dikeluarkan setelah pemeriksaan rektal. Distensi dan rasa nyeri abdomen berkembang sejalan dengan semakin akutnya obstruksi usus tersebut.


E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti sutu massa di tempat intususepsi.
2. Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gangguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika begerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
3. Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga)
4. Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tamilan “coiled spring” pada usus.
5. Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang mesuk.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Intervensi Terapeutik
Reduksi hidrostatik usus yang masuk dengan barium enema digunakan selama 48 jam pertama setelah awitan dapat mengurangi intususepsi pada 75 %.
2. Intervensi Bedah
Intususepsi dapat dikurangi melalui pembedahan; reseksi mungkin diperlukan jika usus mengalami gangren.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik secara umum.
b. Riwayat kesehatan.
c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi.
d. Observasi tingkah laku anak/bayi.
e. Observasi manifestasi terjadinya intususepsi :
- Nyeri abdomen paroksismal
- Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
- Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
- Muntah
- Letargi
- Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mukus; tes Hemocculi positif.
- Feses tidak ada meningkat
- Distensi abdomen dan nyeri tekan.
- Massa terpalapsi yang seperti sosis di abdomen.
- Anus yang terlihat tidak biasa; dapat tampak seperti prolaps rektal.
- Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 41ÂșC
- Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak
f. Observasi manifestasi intususepsi yang kronik :
- Diare
- Anoreksia
- Kehilangan berat badan
- Kadang-kadang muntah
- Nyeri yang periodik
- Nyeri tanpa tanda gejala lain
g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram.

2. Masalah Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
b. Syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
d. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
e. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
3. Intervensi
a. Preoperasi
i. Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan : Berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.
Kriteria Hasil : Anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.
Intervensi :
- Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri; dapat peka rangsang dan sangat sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak responsif.
- Perlakukan bayi dengan sangat lembut.
- Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan pengobatan.
- Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
- Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi intususepsi.
- Kaji feses, bila feses berwarna coklat normal merupakan indikasi pengurangan dari intususepsi.
- Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
- Kolaborasi : berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.

ii. Diagnosa keperawatan : Syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
Tujuan : Volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria hasil : Tanda-tanda syok hipovolemik tidak terjadi.

Intervensi :
- Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam.
- Pantau masukan dan haluaran.
- Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan syok.
- Pantau frekuensi nadi dengan cermat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia anak.
- Laporkan adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
- Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama anestesi menjadi lebih sulit.
- Kolaborasi :
Lakukan pemeriksaan laboratorium : Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikasi untuk memelihara volume darah sirkulasi.

iii. Diagnosa keperawatan : ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
Tujuan : Rasa cemas pada anak dapat berkurang.
Kriteria Hasil : Anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas.
Intervensi :
- Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas.
- Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing.
- Jelaskan dimana nanti orang tua saat dilakukan tindakan operasi.
- Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman.
- Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan
- Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan
b. Post operasi
i. Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Berkurangnya rasa nyeri sesuai toleransi pada anak.
Kriteria Hasil : Anak menunjukkan tanda-tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.
Intervensi :
- Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan
- Masukkan selang rectal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara.
- Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria.
- Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
- Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
- Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi.
- Kolaborasi :
Berikan analgesi untuk mengatasi rasa nyeri.
Berikan antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah.

ii. Diagnosa keperawatan : inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
Tujuan : Termoregulasi tubuh anak normal
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda kenaikan suhu.
Intervensi :
- Gunakan tindakan pendinginan untuk mengurangi demam, sebaiknya 1 jam setelah pemberian antipiretik :
- Meningkatkan sirkulasi udara
- Mengurangi temnperatur lingkungan
- Menggunakan pakaian yang ringan/tipis.
- Paparkan kulit terhada udara.
- Gunakan kompres dingin pada kulit.
- Cegah terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan pakaian.
- Monitor temperatur.
- Kolaborasi : Berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi.

4. Evaluasi
a. Nyeri pada abdomen dapat berkurang.
b. Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Obstruksi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali ke normal.




























BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berbagai gangguan yang terdapat pada saluran pencernaan bayi dan anak salah satunya adalah adanya obstruksi pada usus dan hal ini mencakup mekanik maupun paralitik. Sedangkan Intususepsi merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya mekanik.
Intususepsi merupakan gangguan saluran pencernaan yang dimanifestasikan dengan terjadinya invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Masalah yang utama muncul yaitu terjadinya rasa nyeri abdomen yang paroksismal. Serta terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hingga terjadi syok hipovolemik.

B. Saran
Dalam memberikan perawatan kepada bayi atau anak dengan gangguan saluran pencernaan obstruksi usus mekanik ini yaitu intususepsi harus diperhatikan ancaman yang dapat muncul selain rasa nyeri yaitu resiko terjadinya syok yang dapat menyebabkan kematian.Sehingga tenaga kesehatan harus benar-benar memperhatikan tanda-tanda yang mengarah ke arah syok.


Photobucket